Psikoneuroimunologi: Hubungan Stres dan Sistem Imun.
Sel saraf tertentu dari hipotalamus menyekresikan hormon; ini
disebut neurosekresi. Hormon yang disintesis dalam sel saraf tidak
dilepaskan ke dalam celah sinaps seperti substansi-sustansi perantara, tetapi
langsung masuk ke dalam darah. (Despopoulos, 1998)
Sel saraf neurosekresi dari
hipotalamus bagian medial menyintesis beberapa hormon. ADH atau vasopresin dan
RH (Releasing Hormone). ADH dibawa ke hipofisis lobus posterior
sedangkan RH dibawa ke hipofisis lobus anterior. Salah satu Releasing Hormone adalah
CRH (Corticotropin Releasing Hormone) dari hipotalamus menuju hipofisis
anterior melalui kapiler hypophyseal portal venous plexus. (Black, 1998; Despopoulos,
1998)
CRH dari hipotalamus menginduksi
proopiomelanocortin untuk membentuk TH (Tropin Hormone) yang sesuai dari
hipofisis lobus anterior. Yang berperan dalam respon stres secara umum yaitu
ACTH (Adrenocorticotropin Hormone).
ACTH kemudian menstimulasi korteks adrenal sebagai kelenjar target untuk
meningkatkan produksi glukokortikoid. Hormon akhir dari HPA axis ini
adalah kortisol. (Black, 1998; Despopoulos, 1998)
Di dalam HPA axis ini
sebenarnya juga terjadi pengaturan umpan balik hormon. Umpan balik adalah
keadaan yang merupakan respon terhadap suatu sinyal. Pada umpan balik positif
(jarang) rangsang diperkuat oleh sinyal. Hal ini menyebabkan respons yang
berikutnya menjadi lebih besar, yang menghasilkan suatu rangsangan yang tetap
lebih besar. Sedangkan pada umpan balim negatif, rangsang diturunkan oleh
respon. Seperti kebanyakan mekanisme pengaturan lainnya pada organisme. Kerja
hormon kebanyakan diutamakan untuk umpan balik negatif. (Despopoulos,
1998)
Releasing Hormone dari hipotalamus (misalnya CRH) menyeabkan pelepasan Tropic Hormone yang sesuai dari hipofisis lobus anterior (misalnya ACTH), kemudian ACTH mempengaruhi kelenjar endokrin di perifer (korteks adrenal). Hormon akhir ini (sebagai contoh, kortisol) tidak hanya bekerja oada sel target, tetapi juga menghambat sekresi RH di hipotalamus, yang pada akhirnya menyebabkan penurunan jumlah hormon akhir itu sendiri. Penghambatan sekresi RH dan hormon akhir dikurangi dengan cara ini dan seterusnya. (Despopoulos, 1998)
Pada
kondisi stres kronis, kinerja HPA axis akan meningkat dan sebagai dampak,
kadar glukokortikoid menjadi tinggi. Pada beberapa penelitian imunologis,
glukokortikoid memberikan dampak pada keseimbangan sel-sel imun. Hal ini
dikarenakan pada permukaan sel-sel imun (sebagai contoh, limfosit) terdapat
reseptor glukokortikoid. Glukokortikoid yang berikatan dengan reseptor pada sel
limfosit akan menghambat aktivasi dari gen sehingga akan mengganggu produksi
sitokin yang dihasilkan sel limfosit. Sitokin adalah protein yang dibuat oleh
sel-sel yang mempengaruhi sel-sel lain. Dapat dikatakan sitokin merupakan
mediator komunikasi pengatur imunitas. Terganggunya produksi sitokin sel
limfosit mengakibatkan kekacauan sistem imun. Memang mekanisme ini belum jelas
benar sehingga masih terjadi kontroversi mengenai pengaruh hormon
glukokortikoid ini. Namun glukokortikoid diketahui menghambat IL-2, IF-, dan
IL-12. (Gunawan, 2007; Wardhana, 2012)
DAFTAR PUSTAKA
Black, Paul. 1994. Minireviews
Central Nervous System-Immune System Interactions: Psychoneuroendocrinology of
Stress and Its Immune Consequences. Vol. 38, No. 1 American Society for
Microbiology
Despopoulos, Agamemnon
dan Stefan Silbernagl. 1998. Atlas Berwarna dan Teks Fisiologi Ed. 4 rev.
Alih bahasa: Yurita Handojo. Jakarta: Hipokrates
Gunawan, Bambang dan
Sumadiono. 2007. Stres dan Sistem Imun Tubuh: Suatu Pendekatan
Psikoneuroimunologi, Jurnal Pendidikan Profesi FK UGM Yogyakarta
Wardhana, Made. 2012. Psikoneuroimunologi
di Bidang Dermatologi, Jurnal Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK
UNUD Denpasar