terlambat tau
aku menyusuri jalanan yang jauh dari hingar bingar perkotaan
juga gemerlap lampu kota
membiarkan kendaraan ini meluncur dalam derasnya hujan
gelap, ketakutan, bimbang, dingin...
jalanan semakin gelap saja
kesunyian mencekikku
seperti biasa, kunyalakan radio mungil untuk hiburan
tidak seberapa memang, tapi sudah banyak menemani
jalanan memang tak pernah bersahabat
lihat, ia bercabang dua jalur yang kian sempit
satu jalur begitu gelap, kumuh, memuakkan!
satu lagi begitu menarik
aku lihat seberkas bayangan jatuh di tanah
ah, akhirnya ku temukan cahaya seredup lilin
kendaraanku masih ingin berpetualang
namun tidak mungkin aku melalui keduanya
atau memutar kemudi pada jalanan yang lebih besar
aku sudah terlalu jauh
terlalu mustahil untuk kembali
bimbang...
tapi harus ada keputusan
ku pejamkan mata sejenak
meresapi kejenuhan yang tiada ujung
merasa bosan dalam kungkungan gelap dan sunyi
menghembuskan nafas keras-keras
'aku ingin cahaya, seredup apapun itu'
ku pacu kendaraanku perlahan
ku susuri jalur yang begitu menarik itu
ku temui cahaya kian terang
dari kejahuan, ku jumpai seorang lelaki berdiri memaku
membiarkan dirinya bermandikan hujan
di bawah sorotan lampu kota
ku perlambat laju kendaraanku
menurunkan sedikit kaca di sisi kiri
menawarkan tumpangan
ia tersenyum
ku turunkan lebih ke bawah
menanyai siapa gerangan
ia mulai tertawa
begitu menggemaskan!
ku matikan mesin kendaraan
membuka pintu dan keluar
menemaninya dalam hujan
ia memulai perbincangan
aku tertarik
aku,ia terlalu asyik
hingga hujan tinggal tetes demi tetes
ku tawarkan lagi sedikit tumpangan
urat mukanya mengatakan 'ya'
namun tertunda
telepon berdering
urat mukanya mengendur
kilatan matanya meredup
tiada menggebu lagi
bagaimana mungkin?
ia terdiam
apa yang sedang terjadi?
matanya mengurai maaf
siapakah seorang di seberang sana?
ia menunduk
diam...
aku kehabisan kata
tenggorokanku tercekat
semuanya seolah menamparku
jemariku mengepal kaku
ingin rasanya meninju udara
meluapkan amarah, kesal, kecewa
tapi sama saja
udara tak mungkin bisa merajut ulang lembaran yang robek
ku julurkan sebelah tanganku
mungkin ini tawaran terakhir
ia menengadah, tersenyum, dan menggeleng lemah
ku biarkan tanganku terjatuh begitu saja
lemas...
aku berbalik
melangkah menuju kendaraanku
mataku begitu panas
tak terbendung lagi
tetesan hujan menyamarkannya
radio mungilku memutarkan lagu penghibur
ku naikkan kaca kendaraanku yang sedari tadi terbuka lebar
menyempit...
kemudian tertutup
ku nyalakan mesin usang ini, kemudian mulai melaju perlahan
ku tengok ia dari kaca spion
ia berdiri memaku di sana
seperti saat awal aku menjumpainya
ku pelankan laju kendaraanku
kalau-kalau ia berubah pikiran
melambai, dan menerima tawaranku
namun ia tetap terdiam
berkutat dengan pikirannya
keinginannya sekeras batu
mustahil.
biarlah kukencangkan saja
membiarkan deru mesin memenuhi pikiran
menerobos dalam gelap dan sunyi lagi
sejujurnya tidak sampai hati
meninggalkan ia sendiri dalam gelap
gelap? ah, sorot lampu kota lebih dari cukup meneranginya
meninggalkan ia sendiri dalam dingin
dingin? ah, hujan sudah tinggal tetesan
meninggalkan ia sendiri dalam lamunan
lamunan? ah, ia tak tampak sedang melamun
ia sudah memilih
aku tekan lebih keras, deru mesin memekakkan pikiran
aku pergi
kendaraanku akan terus berpetualang
mungkin nanti ku jumpai seseorang di halte lain
menawarinya tumpangan lagi
mengulurkan sebelah tangan
menunggunya menggamit uluran tangan yang tak lagi hangat ini
mesin usangku akan terus menderu
menjumpai seseorang di halte lain
atau mungkin lebih dulu melambaikan tangan
meminta tumpangan
sungguh tidak akan keberatan
jalanan memang tak selalu sepi
namun juga tak pernah bersahabat dengan hiruk pikuk
aku terus memacu kendaraanku
menerobos gelap dan sunyi
berdua dengan radio mungilku